Pada sebuah kesempatan anjangsana, tanggal 26 Mei 2019, di Rubath Mubarak Qoshrul Arifin, Yogyakarta, Hadratus Syekh M. Irfa’i Nahrawi, qs. menyampaikan wejangan-wejangannya kepada para murid. Dalam suasana bulan ramadhan yang mulia, para murid banyak bersuhbah, menimba pengetahuan, bimbingan dan berkah terutama untuk menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan. Beliau menyampaikan bagaimana hidup dalam keluarga agar penuh dengan berkah. Beliau menyampaikan;
“Kunci segala berkah dan kebahagiaan adalah mendengar; dengarlah dengan hati, dengarkan suara istri, anak dan saudara sampai kamu bisa mendengar suara Tuhan (pesan-pesan Allah SWT).”
“Bagi para sufi, mendengar adalah salah satu kunci menuju kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup. Tidak hanya mendengar dengan telinga yang ada di kepalanya tetapi mendengar dengan telinga yang ada dalam hati.”
“Pendidikan paling baik kepada anak adalah dengan menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi dan Rasul-rasul Allah. Ceritakan (kepada mereka sejak usia dini) tentang Nabi dan Rasulullah. Dari sunnah-sunahnya satu persatu (atau satu saja dulu) sebagai contoh kehidupan sehari-hari dalam keluarga, agar anak-anak kita selalu ada dalam jalan dan jaminan Allah.”
Beliau menambahkan; “Sifat Rasul dalam bersosial, selalu menyambungkan silaturahmi, membatu saudara dalam kebaikan, selalu memberikan pekerjaan kepada saudara/teman yang nganggur.”
Landasan keluarga
Beliau berpesan agar melandaskan keluarga dengan beberapa hal berikut ini;
- Rasa takut kepada Allah (Taqwa)
- Hormati Allah dengan menghormati kedua orang tua/mertua (Mengagungkan Allah)
- Selalu bermusyawarah dalam setiap mengambil keputusan
- Saling kenal suami dan istri (kenal akan selera jiwa suami/istri), sehingga saling perhatian.
“Dengan demikian, kita dan keluarga berusaha melaksanakan ajaran para Rasul. Karena ajaran para Rasul kepada umat adalah suatu ilmu, tapi (ilmu tersebut) tidak akan menjadi petunjuk dan hidayah sebelum masuk ke dalam hati. Ilmu dan iman yang bertemu di dalam hati akan melahirkan kualitas yang namanya taqwa,” Beliau menekankan.
“Apa itu taqwa?” Tanya beliau, “Sifat taqwa adalah rasa ngeri di dalam hati, dengan demikian selalu berhati-hatiah dalam merambah kehidupan jangan sampai menginjak ranjau-ranjau kebesaran Allah di muka bumi.” (berhati-hati agar tidak melanggar aturan-aturan-Nya dan menjaga maqomnya di hadapan Allah jangan sampai mengalami degradasi). Sehingga, dalam menjalani kehidupan selalu muncul dalam diri kita sifat arif dan longgar dada.”
Diterangkan oleh beliau, Syaikhina; “Segala pendakian (usaha-usaha) yang merentangkan (menjauhkan) kepada Allah, hanyalah (diibaratkan) pendakian bukit api, semakin tinggi semakin panas. Jangan bersenang-senang dalam kesibukan/kecintaanmu kepada sesuatu yang akan memenjarakan dirimu (hal-ihwal kehidupan duniawi -material), sehingga jiwamu tidak bisa terbang tinggi bebas ke langit.”
“(Hal itu adalah) Suatu hukuman bagi manusia karena kesibukannya dan kecintaannya kepada sesuatu yang berlebihan, menjadikan belenggu bagi manusia dan akhirnya membakar dirinya.”
“Karena semua air (sumber-sumber penghidupan, cara berkehidupan) di bumi telah tercemari oleh ambisi-ambisi manusia, maka yang kita butuhkan adalah siraman air dari langit, dari pancaran sifat Rahman dan Rohim Tuhan (berlindung pada sifat rahman dan rahim-NYa).
(Ubey)
Leave a Reply